Kisah Maha Moggallana Thera
Suatu saat petapa Nigantaha merencanakan untuk membunuh Maha
Moggallana Thera dengan tujuan akan menghilangkan
kemashuran dan keberuntungan Sang Buddha. Mereka menyewa
para perampok untuk membunuh Maha Moggallana yang kala
itu berdiam di Kalasila dekat Rajagaha.
Perampok itu mengepung vihara tempat Maha Moggallana Thera berdiam,
tetapi Maha Moggallana dengan kemampuan batin luar
biasanya dapat menghilang, sehingga mereka tidak dapat
menangkap Maha Moggallana dalam waktu dua bulan.
Ketika para perampok kembali mengepung
vihara pada bulan ketiga, Maha Moggallana Thera
mengetahui bahwa ia harus menerima akibat perbuatan
(kamma) jahat yang dilakukannya pada salah satu kehidupan
lampaunya, maka beliau tidak menggunakan kelebihan batinnya, sehingga
para perampok berhasil menangkap dan menganiayanya dengan
kejam. Setelah itu tubuhnya dibuang ke semak-semak,
karena dianggap telah menjadi mayat.
Dengan kekuatan batin/jhananya, Maha Moggallana dapat bangkit kembali
dan pergi menghadap Sang Buddha di Vihara Jetavana.
Tetapi Maha Moggallana juga menyadari akibat dari
penganiayaan yang dideritanya, beliau tidak akan dapat
hidup lebih lama lagi. Maka beliau memberitahu Sang
Buddha bahwa beliau akan segera meninggal dunia (parinibbana)
di Kalasila.
Sang Buddha kemudian menganjurkan agar beliau membabarkan Dhamma
terlebih dahulu sebelum parinibbana. Maha Moggallana
membabarkan Dhamma kepada para bhikkhu, setelah itu
bersujud (namaskara) kepada Sang Buddha sebanyak tujuh
kali.
Berita wafatnya Maha Moggallana Thera di tangan para perampok
menyebar bagaikan kobaran api. Raja Ajatasattu menyuruh
orang-orangnya agar menyelidiki hal ini, mereka berhasil
menangkap para perampok dan menghukum mati dengan cara
membakarnya.
Para bhikkhu mendengar wafatnya Maha Moggallana Thera sangat sedih
dan tidak mengerti mengapa orang seperti beliau meninggal
dunia di tangan para perampok.
Kepada mereka Sang Buddha kemudian mengatakan, “Para bhikkhu pada
kehidupan saat ini beliau hidup dengan kemuliaan sehingga
beliau tidak akan mengalami kematian lagi. Akan tetapi
pada kehidupan yang lampau ia telah melakukan kejahatan
besar terhadap kedua orang tuanya yang buta kedua-duanya.
Pada awalnya beliau adalah seorang anak berbakti, tetapi
setelah ia menikah, istrinya membuat permasalahan,
istrinya mendorong agar ia berpisah dengan orang tuanya. Kemudian
ia membawa kedua orang tuanya yang buta pergi ke hutan dengan
pedati, di sana kedua orang tuanya dibunuh dengan cara
dipukul. Sebelumnya, dengan tipu muslihat ia meyakinkan
kedua orang tuanya, seolah-olah mereka akan dibunuh oleh
penjahat. Untuk perbuatan jahat yang dilakukannya ini, ia
telah menderita di alam neraka untuk waktu lama, dan pada
kehidupan saat ini beliau harus mengalami kematian di tangan perampok.
Tentunya dengan melakukan perbuatan jahat terhadap
mereka yang tidak jahat, seseorang pasti akan menderita
karenanya.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan :
Seseorang yang menghukum mereka yang tidak patut dihukum dan tidak bersalah,
akan segera memperoleh salah satu di antara sepuluh keadaan berikut:
Ia akan mengalami penderitaan hebat, kecelakaan, luka berat, sakit berat, atau bahkan hilang ingatan.
Atau ditindak oleh raja,
atau mendapat tuduhan yang berat,
atau kehilangan sanak saudara,
atau harta kekayaannya habis.
atau mendapat tuduhan yang berat,
atau kehilangan sanak saudara,
atau harta kekayaannya habis.
Atau rumahnya musnah terbakar,
dan setelah tubuhnya hancur,
orang bodoh ini akan terlahir kembali di alam neraka.
dan setelah tubuhnya hancur,
orang bodoh ini akan terlahir kembali di alam neraka.